Jakarta – Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, menegaskan bahwa BNPT tidak pernah sembarangan mengeluarkan statemen, termasuk ciri-ciri penceramah radikal. Pernyataan itu untuk menjawab kritik Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan yang menuduh BNPT blunder tentang penyebutan penceramah radikal.
“Kami (BNPT) tidak sembarangan mengeluarkan statemen. BNPT sebagai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia adalah lembaga non kementerian di bawah Presiden,” ujar Nurwakhid di Bogor, Rabu (9/3/2022).
Nurwakhid menegaskan bahwa ciri penceramah radikal yang disampaikan berdasarkan fakta dan data. Fakta dan data itu dikumpulkan sepanjang sejarah penanggulangan terorisme di Indonesia. Ia pun mengaku sudah cukup kenyang makan asam garam pemberantasan terorisme.
“Lima poin indikator tentang penceramah radikal tadi itu juga berdasarkan fakta dan data. Saya kan dari 2006 sebagai Kaden 88 Antiteror Polda DIY, kemudian 2013-2020 saya itu jadi pejabat utama di Densus 88 Antiteror Polri. Kemudian baru Agustus 2020 saya ditarik ke BNPT. Jadi sehari-hari berdasarkan fakta dan data,” tuturnya.
Selain itu, Nurwakhid mengungkapkan bahwa BNPT selalu berkoordinasi terlebih dahulu dengan kelompok ahli yang terdiri dari profesor, ulama, dan kiai. Salah satunya adalah Habib Muhammad Luthfi bin Yahya yang merupakan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Juga dengan Badan Pencegahan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) MUI. Sehingga, BNPT dan MUI sebenarnya sering berdiskusi.
“BNPT ini juga kerja sama dengan MUI terutama BPET MUI. Badan Pencegahan Ekstremisme dan Terorisme MUI. Kita kerja sama, kita diskusi, kita punya grup sendiri,” imbuhnya.
0 Komentar